Archive for Maret, 2011

Tugas Softskill 4

Tugas Softskill

Nama : Ade Irmawati

NPM   : 14209118

Kelas : 2EA14

Sejarah hak asasi manusia di indonesia

Hak-hak Asasi Manusia adalah hak-hak yang diberikan langsung oleh Tuhan Yang Maha Pencipta (hak-hak yang bersifat kodrati). Oleh karenanya tidak ada kekuasaan apapun di dunia yang dapat mencabutnya. Meskipun demikian bukan berarti dengan hak-haknya itu dapat berbuat semau-maunya. Sebab apabila seseorang melakukan sesuatu yang dapat dikategorikan melanggar hak asasi orang lain, maka ia harus mempertanggungjawabkan perbuatannya.

Pada hakikatnya “Hak Asasi Manusia” terdiri atas dua hak dasar yang paling fundamental, ialah hak persamaan dan hak kebebasan. Dari kedua hak dasar inilah lahir hak-hak asasi lainnya atau tanpa kedua hak dasar ini, hak asasi manusia lainnya sulit akan ditegakkan.

Mengingat begitu pentingnya proses internalisasi pemahaman Hak Asasi Manusia bagi setiap orang yang hidup bersama dengan orang lainnya, maka suatu pendekatan historis mulai dari dikenalnya Hak Asasi Manusia sampai dengan perkembangan saat ini perlu diketahui oleh setiap orang untuk lebih menegaskan keberadaan hak asasi dirinya dengan hak asasi orang lain.

SEJARAH INTERNASIONAL HAK ASASI MANUSIA

Umumnya para pakar Eropa berpendapat bahwa lahirnya HAM dimulai dengan lahirnya Magna Charta pada tahun 1215 di Inggris. Magna Charta antara lain mencanangkan bahwa raja yang tadinya memiliki kekuasaan absolut (raja yang menciptakan hukum, tetapi ia sendiri tidak terikat pada hukum), menjadi dibatasi kekuasaannya dan mulai dapat dimintai pertanggungjawaban di muka umum. Dari sinilah lahir doktrin raja tidak kebal hukum lagi dan mulai bertanggungjawab kepada hukum. Sejak itu mulai dipraktekkan kalau raja melanggar hukum harus diadili dan harus mempertanggungjawabkan kebijakasanaannya kepada parlemen. Jadi, sudah mulai dinyatakan dalam bahwa raja terikat kepada hukum dan bertanggungjawab kepada rakyat, walaupun kekuasaan membuat Undang-undang pada masa itu lebih banyak berada di tangan raja. Dengan demikian, kekuasaan raja mulai dibatasi sebagai embrio lahirnya monarkhi konstitusional yang berintikan kekuasaan raja sebagai simbol belaka. Lahirnya Magna Charta ini kemudian diikuti oleh perkembangan yang lebih konkret, dengan lahirnya “Bill of Rights” di Inggris pada tahun 1689. Pada masa itu mulai timbul adagium yang intinya adalah bahwa manusia sama di muka hukum (equality before the law). Adagium ini memperkuat dorongan timbulnya negara hukum dan demokrasi. Bill of rights melahirkan asas persamaan. Para pejuang HAM dahulu sudah berketatapan bahwa hak persamaan harus diwujudkan betapapun beratnya resiko yang dihadapi karena hak kebebasan baru dapat diwujudkan kalau ada hak persamaan. Untuk mewujudkan semua itu, maka lahirlah teori Roesseau (tentang contract social/perjanjian masyarakat), Motesquieu dengan Trias Politikanya yang mengajarkan pemisahan kekuasaan guna mencegah tirani, John Locke di Inggris dan Thomas Jefferson di Amerika dengan hak-hak dasar kebebasan dan persamaan yang dicanangkannya.

Perkembangan HAM selanjutnya ditandai dengan munculnya The American Declaration of Independence yang lahir dari paham Roesseau dan Montesqueu. Jadi, walaupun di Perancis sendiri belum dirinci apa HAM itu, tetapi di Amerika Serikat lebih dahulu mencanangkan secara lebih rinci. Mulailah dipertegas bahwa manusia adalah merdeka sejak di dalam oerut ibunya, sehingga tidaklah logis bila sesudah lahir, ia harus dibelenggu.

Selanjutnya pada tahun 1789 lahirlah The French Declaration, dimana hak-hak yang lebih rinci lagi melahirkan dasar The Rule of Law. Antara lain dinyatakah tidak boleh ada penangkapan dan penahanan yang semena-mena, termasuk ditangkap tanpa alasan yang sah dan ditahan tanpa surat perintah yang dikeluarkan oleh pejabat yang sah. Dinyatakan pula presumption of innocence, artinya orang-orany yang ditangkap kemudian ditahan dan dituduh, berhak dinyatakan tidak bersalah sampai ada keputusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap yang menyatakan ia bersalah. Dipertegas juga dengan freedom of expression (bebas mengelaurkan pendapat), freedom of religion (bebas menganut keyakinan/agama yang dikehendaki), the right of property (perlindungan terhadap hak milik) dan hak-hak dasar lainnya. Jadi, dalam French Declaration sudah tercakup semua hak, meliputi hak-hak yang menjamin tumbuhnyademokrasi maupun negara hukum yang asas-asasnya sudah dicanangkan sebelumnya.

Perlu juga diketahui The Four Freedoms dari Presiden Roosevelt yang dicanangkan pada tanggal 6 Januari 1941, dikutip dari Encyclopedia Americana, p.654 tersebut di bawah ini :

“The first is freedom of speech and expression everywhere in the world. The second is freedom of every person to worship God in his own way-every where in the world. The third is freedom from want which, translated into world terms, means economic understandings which will secure to every nation a healthy peacetime life for its inhabitants-every where in the world. The fourth is freedom from fear-which, translated into world terms, means a worldwide reduction of armaments to such a point and in such a through fashion that no nation will be in a position to commit an act of physical agression against any neighbor-anywhere in the world.”

Semua hak-hak ini setelah Perang Dunia II (sesudah Hitler memusnahkan berjuta-juta manusia) dijadikan dasar pemikiran untuk melahirkan rumusan HAM yang bersifat universal, yang kemudian dikenal dengan The Universal Declaration of Human Rights yang diciptakan oleh PBB pada tahun 1948.

SEJARAH NASIONAL HAK ASASI MANUSIA

Deklarasi HAM yang dicetuskan di Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 10 Desember 1948, tidak berlebihan jika dikatakan sebagai puncak peradaban umat manusia setelah dunia mengalami malapetaka akibat kekejaman dan keaiban yang dilakukan negara-negara Fasis dan Nazi Jerman dalam Perang Dunia II.

Deklarasi HAM sedunia itu mengandung makana ganda, baik ke luar (antar negara-negara) maupun ke dalam (antar negara-bangsa), berlaku bagi semua bangsa dan pemerintahan di negara-negaranya masing-masing. Makna ke luar adalah berupa komitmen untuk saling menghormati dan menjunjung tinggi harkat dan martabat kemanusiaan antar negara-bangsa, agar terhindar dan tidak terjerumus lagi dalam malapetaka peperangan yang dapat menghancurkan nilai-nilai kemanusiaan. Sedangkan makna ke dalam, mengandung pengertian bahwa Deklarasi HAM seduania itu harus senantiasa menjadi kriteria objektif oleh rakyat dari masing-masing negara dalam menilai setiap kebijakan yang dikelauarkan oleh pemerintahnya.

Bagi negara-negara anggota PBB, Deklarasi itu sifatnya mengikat. Dengan demikian setiap pelanggaran atau penyimpangan dari Deklarasi HAM sedunia si suatu negara anggota PBB bukan semata-mata menjadi masalah intern rakyat dari negara yang bersangkutan, melainkan juga merupakan masalah bagi rakyat dan pemerintahan negara-negara anggota PBB lainnya. Mereka absah mempersoalkan dan mengadukan pemerintah pelanggar HAM di suatu negara ke Komisi Tinggi HAM PBB atau melalui lembaga-lembaga HAM internasional lainnya unuk mengutuk bahkan menjatuhkan sanksi internasional terhadap pemerintah yang bersangkutan.

Adapun hakikat universalitas HAM yang sesungguhnya, bahwa ke-30 pasal yang termaktub dalam Deklarasi HAM sedunia itu adalah standar nilai kemanusiaan yang berlaku bagi siapapun, dari kelas sosial dan latar belakang primordial apa pun serta bertempat tinggal di mana pun di muka bumi ini. Semua manusia adalah sama. Semua kandungan nilai-nilainya berlaku untuk semua.

Di Indonesia HAM sebenarnya telah lama ada. Sebagai contoh, HAM di Sulawesi Selatan telah dikenal sejak lama, kemudian ditulis dalam buku-buku adat (Lontarak). Antara lain dinyatakan dalam buku Lontarak (Tomatindo di Lagana) bahwa apabila raja berselisih faham dengan Dewan Adat, maka Raja harus mengalah. Tetapi apabila para Dewam Adat sendiri berselisih, maka rakyatlah yang memustuskan. Jadi asas-asas HAM yang telah disorot sekarang, semuanya sudah diterpkan oleh Raja-Raja dahulu, namun hal ini kurang diperhatikan karena sebagian ahli hukum Indonesia sendiri agaknya lebih suka mempelajari teori hukum Barat. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa HAM sudah lama lahir di Indonesia, namun dalam perkembangannya tidak menonjol karena kurang dipublikasikan.

Human Rights selalu terkait dengan hak individu dan hak masyarakat. Ada yang bertanya mengapa tidak disebut hak dan kewajban asasi. Juga ada yang bertanya mengapa bukan Social Rights. Bukankan Social Rights mengutamakan masyarakat yang menjadi tujuan ? Sesungguhnya dalam Human Rights sudah implisit adanya kewajiban yang harus memperhatikan kepentingan masyarakat. Demikian juga tidak mungkin kita mengatakan ada hak kalau tanpa kewajiban. Orang yang dihormati haknya berkewajiban pula menghormati hak orang lain. Jadi saling hormat-menghormati terhadap masing-masing hak orang. Jadi jelaslah kalau ada hak berarti ada kewajiban.

Contoh : seseorang yang berhak menuntut perbaikan upah, haruslah terlebih dahulu memenuhi kewajibannya meningkatkan hasil kerjanya. Dengan demikian tidak perlu dipergunakan istilah Social Rights karena kalau kita menghormati hak-hak perseorangan (anggota masyarakat), kiranya sudah termasuk pengertian bahwa dalam memanfaatkan haknya tersebut tidak boleh mengganggu kepentingan masyarakat. Yang perlu dijaga ialah keseimbangan antara hak dan kewajiban serta antara kepentingan perseorangan dengan kepentingan umum (kepentingan masyarakat). Selain itu, perlu dijaga juga keseimbangan antara kebebasan dan tanggungjawab. Artinya, seseorang memiliki kebebasan bertindak semaunya, tetapi tidak memperkosa hak-hak orang lain.

 

 

Majelis Umum dengan ini memproklamasikan

Pernyataan Umum tentang Hak-Hak Asasi Manusia

sebagai satu standar umum keberhasilan untuk semua bangsa dan semua negara, dengan tujuan agar setiap orang dan setiap badan dalam masyarakat dengan senantiasa mengingat Pernyataan ini, akan berusaha dengan jalan mengajar dan mendidik untuk menggalakkan penghargaan terhadap hak-hak dan kebebasan-kebebasan tersebut, dan dengan jalan tindakan-tindakan progresif yang bersifat nasional maupun internasional, menjamin pengakuan dan penghormatannya secara universal dan efektif, baik oleh bangsa-bangsa dari Negara-Negara Anggota sendiri maupun oleh bangsa-bangsa dari daerah-daerah yang berada di bawah kekuasaan hukum mereka.

Pasal 1

Semua orang dilahirkan merdeka dan mempunyai martabat dan hak-hak yang sama. Mereka dikaruniai akal dan hati nurani dan hendaknya bergaul satu sama lain dalam semangat persaudaraan.

Pasal 2

Setiap orang berhak atas semua hak dan kebebasan-kebebasan yang tercantum di dalam Pernyataan ini tanpa perkecualian apapun, seperti ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, politik atau pendapat yang berlainan, asal mula kebangsaan atau kemasyarakatan, hak milik, kelahiran ataupun kedudukan lain.

Di samping itu, tidak diperbolehkan melakukan perbedaan atas dasar kedudukan politik, hukum atau kedudukan internasional dari negara atau daerah dari mana seseorang berasal, baik dari negara yang merdeka, yang berbentuk wilayah-wilayah perwalian, jajahan atau yang berada di bawah batasan kedaulatan yang lain.

Pasal 3

Setiap orang berhak atas penghidupan, kebebasan dan keselamatan individu.

Pasal 4

Tidak seorang pun boleh diperbudak atau diperhambakan, perbudakan dan perdagangan budak dalam bentuk apapun mesti dilarang.

Pasal 5

Tidak seorang pun boleh disiksa atau diperlakukan secara kejam, memperoleh perlakuan atau dihukum secara tidak manusiawi atau direndahkan martabatnya.

Pasal 6

Setiap orang berhak atas pengakuan di depan hukum sebagai pribadi di mana saja ia berada.

Pasal 7

Semua orang sama di depan hukum dan berhak atas perlindungan hukum yang sama tanpa diskriminasi. Semua berhak atas perlindungan yang sama terhadap setiap bentuk diskriminasi yang bertentangan dengan Pernyataan ini dan terhadap segala hasutan yang mengarah pada diskriminasi semacam itu.

Pasal 8

Setiap orang berhak atas bantuan yang efektif dari pengadilan nasional yang kompeten untuk tindakan pelanggaran hak-hak dasar yang diberikan kepadanya oleh undang-undang dasar atau

Pasal 9

Tak seorang pun boleh ditangkap, ditahan atau dibuang dengan sewenang-wenang.

Pasal 10

Setiap orang, dalam persamaan yang penuh, berhak atas pengadilan yang adil dan terbuka oleh pengadilan yang bebas dan tidak memihak, dalam menetapkan hak dan kewajiban-kewajibannya serta dalam setiap tuntutan pidana yang dijatuhkan kepadanya.

Pasal 11

  1. Setiap orang yang dituntut karena disangka melakukan suatu pelanggaran hukum dianggap tidak bersalah, sampai dibuktikan kesalahannya menurut hukum dalam suatu pengadilan yang terbuka, di mana dia memperoleh semua jaminan yang diperlukan untuk pembelaannya.
  2. Tidak seorang pun boleh dipersalahkan melakukan pelanggaran hukum karena perbuatan atau kelalaian yang tidak merupakan suatu pelanggaran hukum menurut undang-undang nasional atau internasional, ketika perbuatan tersebut dilakukan. Juga tidak diperkenankan menjatuhkan hukuman lebih berat daripada hukuman yang seharusnya dikenakan ketika pelanggaran hukum itu dilakukan.

Pasal 12

Tidak seorang pun dapat diganggu dengan sewenang-wenang urusan pribadinya, keluarganya, rumah-tangganya atau hubungan surat-menyuratnya, juga tak diperkenankan pelanggaran atas kehormatannya dan nama baiknya. Setiap orang berhak mendapat perlindungan hukum terhadap gangguan atau pelanggaran seperti itu.

Pasal 13

  1. Setiap orang berhak atas kebebasan bergerak dan berdiam di dalam batas-batas setiap negara.
  2. Setiap orang berhak meninggalkan sesuatu negeri, termasuk negerinya sendiri, dan berhak

Pasal 14

  1. Setiap orang berhak mencari dan menikmati suaka di negeri lain untuk melindungi diri dari pengejaran.
  2. Hak ini tidak berlaku untuk kasus pengejaran yang benar-benar timbul karena kejahatan-kejahatan yang tak berhubungan dengan politik, atau karena perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan tujuan dan dasar Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Pasal 15

  1. Setiap orang berhak atas sesuatu kewarga-negaraan.
  2. Tidak seorang pun dengan semena-mena dapat dicabut kewarga-negaraannya atau ditolak haknya untuk mengganti kewarga-negaraan.

Pasal 16

  1. Pria dan wanita yang sudah dewasa, dengan tidak dibatasi kebangsaan, kewarga-negaraan atau agama, berhak untuk nikah dan untuk membentuk keluarga. Mereka mempunyai hak yang sama dalam soal perkawinan, di dalam masa perkawinan dan pada saat perceraian.
  2. Perkawinan hanya dapat dilaksanakan berdasarkan pilihan bebas dan persetujuan penuh oleh kedua mempelai.
  3. Keluarga adalah kesatuan alamiah dan fundamental dari masyarakat dan berhak mendapat perlindungan dari masyarakat dan Negara.

Pasal 17

  1. Setiap orang berhak memiliki harta, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain.
  2. Tak seorang pun boleh dirampas hartanya dengan semena-mena.

Pasal 18

Setiap orang berhak atas kebebasan pikiran, hati nurani dan agama; dalam hal ini termasuk kebebasan berganti agama atau kepercayaan, dan kebebasan untuk menyatakan agama atau kepercayaan dengan cara mengajarkannya, mempraktekkannya, melaksanakan ibadahnya dan mentaatinya, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain, di muka umum maupun sendiri.

Pasal 19

Setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat; dalam hak ini termasuk kebebasan memiliki pendapat tanpa gangguan, dan untuk mencari, menerima dan menyampaikan informasi dan buah pikiran melalui media apa saja dan dengan tidak memandang batas-batas (wilayah).

Pasal 20

  1. Setiap orang mempunyai hak atas kebebasan berkumpul dan berserikat secara damai.
  2. Tidak seorang pun boleh dipaksa untuk memasuki sesuatu perkumpulan.

Pasal 21

  1. Setiap orang berhak turut serta dalam pemerintahan negerinya, secara langsung atau melalui wakil-wakil yang dipilih dengan bebas.
  2. Setiap orang berhak atas kesempatan yang sama untuk diangkat dalam jabatan pemerintahan negerinya.
  3. Kehendak rakyat harus menjadi dasar kekuasaan pemerintah; kehendak ini harus dinyatakan dalam pemilihan umum yang dilaksanakan secara berkala dan jujur dan yang dilakukan menurut hak pilih yang bersifat umum dan yang tidak membeda-bedakan, dan dengan pemungutan suara yang rahasia ataupun menurut cara-cara lain yang menjamin kebebasan memberikan suara.

Pasal 22

Setiap orang, sebagai anggota masyarakat, berhak atas jaminan sosial dan berhak melaksanakan dengan perantaraan usaha-usaha nasional dan kerjasama internasional, dan sesuai dengan organisasi serta sumber-sumber kekayaan dari setiap Negara, hak-hak ekonomi, sosial dan kebudayaan yang sangat diperlukan untuk martabat dan pertumbuhan bebas pribadinya.f

Pasal 23

  1. Setiap orang berhak atas pekerjaan, berhak dengan bebas memilih pekerjaan, berhak atas syarat-syarat perburuhan yang adil serta baik, dan berhak atas perlindungan dari pengangguran.
  2. Setiap orang, tanpa diskriminasi, berhak atas pengupahan yang sama untuk pekerjaan yang sama.
  3. Setiap orang yang melakukan pekerjaan berhak atas pengupahan yang adil dan baik yang menjamin kehidupannya dan keluarganya, suatu kehidupan yang pantas untuk manusia yang bermartabat, dan jika perlu ditambah dengan perlindungan sosial lainnya.
  4. Setiap orang berhak mendirikan dan memasuki serikat-serikat pekerja untuk melindungi kepentingannya.

Pasal 24

Setiap orang berhak atas istirahat dan liburan, termasuk pembatasan-pembatasan jam kerja yang layak dan hari libur berkala, dengan menerima upah.

Pasal 25

  1. Setiap orang berhak atas taraf hidup yang menjamin kesehatan dan kesejahteraan untuk dirinya dan keluarganya, termasuk pangan, pakaian, perumahan dan perawatan kesehatannya serta pelayanan sosial yang diperlukan, dan berhak atas jaminan pada saat menganggur, menderita sakit, cacat, menjadi janda, mencapai usia lanjut atau mengalami kekurangan mata pencarian yang lain karena keadaan yang berada di luar kekuasaannya.
  2. Para ibu dan anak-anak berhak mendapat perawatan dan bantuan istimewa. Semua anak, baik yang dilahirkan di dalam maupun di luar perkawinan, harus mendapat perlindungan sosial yang sama.

Pasal 26

  1. Setiap orang berhak mendapat pendidikan. Pendidikan harus gratis, setidak-tidaknya untuk tingkat sekolah rendah dan pendidikan dasar. Pendidikan rendah harus diwajibkan. Pendidikan teknik dan jurusan secara umum harus terbuka bagi semua orang, dan pengajaran tinggi harus secara adil dapat diakses oleh semua orang, berdasarkan kepantasan.
  2. Pendidikan harus ditujukan ke arah perkembangan pribadi yang seluas-luasnya serta memperkokoh rasa penghargaan terhadap hak-hak manusia dan kebebasan asasi. Pendidikan harus menggalakkan saling pengertian, toleransi dan persahabatan di antara semua bangsa, kelompok ras maupun agama, serta harus memajukan kegiatan Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam memelihara perdamaian.
  3. Orang-tua mempunyai hak utama untuk memilih jenis pendidikan yang akan diberikan kepada anak-anak mereka.

Pasal 27

  1. Setiap orang berhak untuk turut serta dengan bebas dalam kehidupan kebudayaan masyarakat, untuk mengecap kenikmatan kesenian dan berbagi dalam kemajuan ilmu pengetahuan dan manfaatnya.
  2. Setiap orang berhak untuk memperoleh perlindungan atas kepentingan-kepentingan moril dan material yang diperoleh sebagai hasil dari sesuatu produksi ilmiah, kesusasteraan atau kesenian yang diciptakannya.

Pasal 28

Setiap orang berhak atas suatu tatanan sosial dan internasional di mana hak-hak dan kebebasan-kebebasan yang termaktub di dalam Pernyataan ini dapat dilaksanakan sepenuhnya.

Pasal 29

  1. Setiap orang mempunyai kewajiban terhadap masyarakat tempat satu-satunya di mana ia memperoleh kesempatan untuk mengembangkan pribadinya dengan penuh dan leluasa.
  2. Dalam menjalankan hak-hak dan kebebasan-kebebasannya, setiap orang harus tunduk hanya pada pembatasan-pembatasan yang ditetapkan oleh undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan yang layak terhadap hak-hak dan kebebasan-kebebasan orang lain, dan untuk memenuhi syarat-syarat yang adil dalam hal kesusilaan, ketertiban dan kesejahteraan umum dalam suatu masyarakat yang demokratis.
  3. Hak-hak dan kebebasan-kebebasan ini dengan jalan bagaimana pun sekali-kali tidak boleh dilaksanakan bertentangan dengan tujuan dan dasar Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Pasal 30

Tidak satu pun di dalam Pernyataan ini boleh ditafsirkan memberikan sesuatu Negara, kelompok ataupun seseorang, hak untuk terlibat di dalam kegiatan apa pun atau melakukan perbuatan yang bertujuan untuk merusak hak-hak dan kebebasan-kebebasan yang mana pun yang termaktub di dalam Pernyataan ini dan manusia yang ingin hak asasinya diakui juga tidak boleh mengabaikan kewajiban asasi yang timbul bersamaan dengan hak tersebut.karena kedua hal tersebut selalu beriringan.

 

PERKEMBANGAN PEMIKIRAN DAN PEMAJUAN HAM DI INDONESIA

Perkembangan upaya pemajuan, penghormatan, penegakan dan perlindungan hak asasi manusia di Indonesia merupakan perjalanan bangsa yang panjang. Mulai dari lahirnya kesadaran untuk bernegara dan menentukan nasib sendiri, pada masa Kebangkitan Nasiaonal, sampai dengan pembentukan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia dan Penyususunan Rancangan Aksi Nasional Hak Asasi Manusia dan berbagai upaya penegakan dan pemenuhan Hak Sipil dan Politik, maupun Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya yang akhir-akhir ini semakin mencuat di tengah-tengah derap reformasi. Pada tingkat kerjasama Regional Asia Pasifik misalnya, dalam workshopnya yang ke 12 yang diselenggarakan di Doha, Qatar, pada tnggal 4 sd 6 Maret 2004 yang lalu, disepakati untuk mendorong negara-negara di kawasan Asia Pasifik untuk melakukan empat kegiatan utama 1- Pendirian dan Penguatan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, 2- Penyususnan Rancangan Aksi Nasional HAM, 3- Penyelenggaraan Pendidikan HAM di semua jenjang pendidikan, 4- Ratifikasi Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (ICCPR) dan Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya. Kegiatan penegakan HAM dan perlindungannya semakin menjadi agenda nasional yang  penting di kawasan Asia Pasifik, termasuk di Indonesia. Memasuki millennium baru di Abad 21, bangsa-bangsa di dunia semakin dituntut untuk melakukan proses demokratisasi dan penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan bersih (good governance), penguatan masyarakat madani (civil society) dan penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia, agar dapat memasuki pergaulan masyarakt dunia yang maju, adil, damai dan beradab. Selain untuk menciptakan tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara yang bermartabat, berkeadilan dan demokratis. Tuntutan demokratisasi ini sebenarnya telah bergaung sejak terjadinya proses dekoloniasi di negara-negara Asia, Afrika dan Amerika Latin, setelah berakhirnya Perang Dunia II, pada awal tahun 40-an.. Demikian pula tuntutan penghormatan terhadap hak asasi manusia (HAM) ini berpuncak dengan disahkan dan diprokamasikannya the Universal Declaration of Human Rights, oleh resolusi Majlis Umum PBB pada tgl. 10 Desember 1948  di Lake Success. Meskipun perkambangan pemikiran dan  perumusan serta pelaksanaan demokrasi dan Hak Asasi Manusia tersebut telah dimulai oleh para filsuf Yunani pada abad-abad sebelum Masehi. Sedangkan penguatan masyarakat madani (civil society) ini semakin aktual dalam masyarakt dunia, setelah berakhrinya era perang dingin; dengan runtuhnya bekas Uni Soviet, pada akhir tahun 1980, Meskipun konsep tentang pembangunan masyarakat madani dalam hubungannya dengan proses demokratisasi ini secara jelas, dirumuskan oleh tokoh sosiologi dari Perancis, Alexis de Toqcuiville (1805-1859) yang menulis buku “Democracy in America“, setelah kunjungannya ke Amerika Serikat pada 1835.

2-Demokrasi dan Pemajuan Hak Asasi Manusia

Perjuangan ke arah demokratisasi telah menandai berbagai peristiwa sosial dan politik di berbagai belahan dunia selama paruh kedua abad ke  20 yang lalu. Memasuki millennium baru di abad 21 ini, tuntutan demokratisasi ini semakin nyaring disuarakan oleh para pecinta kemanusiaan, keadilan dan perdamaian. Sebuah perjuangan panjang yang sekaligus merupakan proses belajar bagi bangsa-bangsa tersebut untuk semakin dewasa dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Menurut Faisal Siagian, perjuangan menegakkan demokrasi harus memiliki salah satu tujuan utamanya ialah pembentukan masyarakat politik yang demokratis, termasuk di sini pemilihan kepala daerah secara fair dan demokratis melalui mekanisme persaingan secara wajar, sehingga proses politik setelah pemilihan itu masyarakat berada dalam keadaan suasana damai, teratur dan stabil. Demokrasi dapat berkembang bukan hanya karena adanya kepemimpinan yang demokratis saja, melainkan juga karena tingginya partisipasi masyarakat dalam sistem politik nasional dan lokal. (Faisal Siagian, 1995, p.132)

Setidaknya ada tiga ciri dalam suatu sistem pemerintahan yang Demokratis, yaitu : 1- persaingan yang ekstensif untuk menduduki posisi-posisi politis negara melalui pemilihan yang teratur, bebas dan adil; 2- adanya akses untuk partisipasi politik yang menyeluruh sehingga tidak seorang dewasa pun yang tidak dicakupnya; 3- kebebasan pers, kebebasan berserikat dan ditegakkannya hukum, yang cukup untuk menjamin bahwa persaingan dan partisipasi politik tersebut menjadi bermakna dan otentik (Larry Diamond, 1994, p. 10).

Dalam perkembangan pemikiran maupun praktek demokrasi di berabagai negara di dunia, telah berkembang berbagai bentuk demokrasi, seperti demokrasi langsung, demokrasi perwakilan, demokrasi konstitusional, demokrasi liberal, demokrasi kapitalis, demokrasi sosial dll.. Namun apapun atribut yang dilekatkan kepada demokrasi, menurut Mangadar Situmorang, yang paling penting diperhatikan adalah bahwa ide-ide dan eksperimen-eksperimen politik tersebut menegaskan adanya sejumlah kriteria universal bagi demokrasi. Kriteria-kriteria tersebut antara lain :

1-       Adanya partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan, baik secara langsung maupun melalui lembaga-lembaga perwakilan;

2-       Adanya kebebasan berpendapat, berusaha, dan hak milik;

3- Adanya rule of law yang disepakati dan ditaati oleh setiap lapisan masyarakat, termasuk oleh pemerintah. Hukum harus membatasi kekuasaan penguasa dan melindungi hak-hak rakyat;

4- Adanya distribusi dan pergantian kekuasaan secara damai. (Mangadar Situmorang, 1995, p. 166)

Dalam kaitan antara demokrasi, desentralisasi dan otonomi, salah satu pendekatan mutakhir dalam ilmu politik yang mampu membedah perlunya demokratisasi, desentralisasi dan otonomi, termasuk di dalamnya persoalan pemilihan Kepala Daerah, menurut Faisal Siagian, adalah “pendekatan hubungan negara dan masyarakat” (state and society realtions approach).

 

Menurut pendekatan ini, masyarakat madani (civil society) adalah suatu bidang dalam hidup bermasyarakat yang terletak di antara keluarga per orang pada satu pihak dalam kehidupan bernegara, dan proses pemilihan untuk menetapkan siapa yang memerintah negara pada pihak lainnya. Alfred Stephen, merumuskan masyarakat madani (civil society) sebagai berikut : “Civil society ” adalah arena tempat beradanya gerakan sosial (seperti perhimpunan wanita, kelompok-kelompok agama, organisasi profesi dll) dan organisasi kemasyarakatan dari pelbagai golongan dan kelompok profesi (seperti perhimpunan ahli hukum, persatuan wartawan, serikat buruh, asosiasi pengusaha dll), yang mencoba membentuk diri mereka dalam suatu keteraturan supaya mereka dapat menyatakan dirinya dan menyalurkan kepentingan-kepentingannya (Alfred Stepan, 1988, p. 3-4)

Penguatan masyarakat madani ini merupakan prasyarat bagi pelaksanaan demokratisasi, desentralisasi dan otonomi daerah, misalnya penguatan gerakan-gerakan, lembaga-lembaga, organisasi-organisasi masyarakat yang bersifat otonom di daerah, yang mengarahkan kegiatnnya terhadap pemerintah sebagai cara untuk menyalurkan aspirasi dan pilihan-pilihan mereka demi menandingi pilihan dan aspirasi yang dipaksakan oleh pemerintah kepada mereka.

Menurut catatan Faisal Siagian, telah terjadi berbagai perkembangan yang menarik dalam proses desentralisasi dan otonomi daerah di Indonesia akhir-akhir ini, yang antara lain disebabkan oleh :

1-        Desakan Demokratisasi. Adanya desakan demokratisasi di tingkat pusat yang kemudian merambah ke tingkat daerah. Munculnya tuntutan demokratisasi bagi pemilihan beberapa Kepala Daerah di Indonesia sebenarnya disebabkan oleh munculnya arus bawah.

2-       Aspirasi dari bawah. Aspirasi dari bawah dapat berupa tuntutan dan dukungan. Aspirasi dari bawah sudah menjadi trade mark yang tidak bisa dinafikan. Apabila dinafikan justru akan menambah gejolak di daerah.

3- Political appeal.Political appeal adalah kiat politik daerah untuk menarik perhatian pemerinrtah pusat. Tekanan atau desakan demokratisasi dari perspektif regional menyangkut geopolitik daerah. Daerah-daerah yang realtif terpencil biasanya suka membuat move untuk menarik perhatian pusat.

4- Pluralisme politik. Munculnya pluralisme politik di daerah adalah inheren dengan demokratisasi dalam pemilihan Kepala Daerah. Berbagai macam unjuk rasa merupakan cerminan dari pluralisme politik lokal itu. (Faisal Siagian, opcit, p.129).

Selanjutnya, di samping masalah demokratisasi, maka faktor lain yang turut mempengaruhi proses desentralisasi dan otonomi daerah ini adalah berupa keterbukaan di tingkat lokal. Keterbukaan idi tingkat lokal tersebut mempunyai tiga makna penting :

a-       Terbukanya kesempatan bagi masyarakat di daerah untuk secara bebas mengritik kebijakan pemerintah pusat kepada daerah, termasuk kritik terhadap pola kebijakan pembangunan di daerah.

b-       Terbukanya kesempatan bagi masyarakat di daerah untuk berbeda pendapat dengan pemerintah pusat, perbedaan mana harus diakomodasikan oleh pemerintah pusat dengan menyerap aspirasi daerah.

c-       Terbukanya kesempatan bagi masyarakat di daerah untuk menolak Kepala Daerah yang kurang berkenan dengan aspirasi daerah. (ibid)

Demokrasi tidak hanya berarti hak memilih anggota DPR dan pemerintah, meskipun ini juga hal yang penting. Demokrasi merupakan kesuluruhan bentuk hak yang harus dimiliki warga negara apabila suatu pemerintahan itu terbuka, dapar dipercaya dan partisipatif. Hak-hak itu meliputi kebebasan mengeluarkan pendapat, kebebasan pers, kebebasan berserikat, misalnya serikat buruh atau kelompok penekan; akses kepada informasi, khususnya mengenai renacana pemerintah terutama bagi mereka yang terkena secara langsung dan hak untuk diajak berbicara dalam keputusan seperti ini, serta kebebasan dari segala bentuk diskriminasi, apakah itu berdasarkan jenis kelamin, ras maupun warna kulit.

Gerakan wanita telah mengikis banyak kendala yang melingkupi setengah umat manusia yang berada dalam status inferior. Gerakan lingkungan hidup telah emaksa para pemimpin politik dan bisnis untuk kembali melihat sumber daya  alam dengan penglihatan baru. Dan kampanye di banyak negara oleh suku-suku yang ternacam dengan adanya “pembangunan” dan “kemajuan” , telah membawa para penduduk asli menjadi sorotan. (John Clark, 1995, p. 18)

 

3- Perkembangan Upaya Perlindungan terhadap Hak-hal Asasi Manusia dalam Masyarakat yang Beradab

Sebelum dunia memiliki Deklarasi PBB tentang Hak Asasi Manusia pada tahun 1948, para pendiri Republik Indonesia (founding fathers) sudah menyadari pentingnya HAM sebagai konsep yang mendasari suatu negara. Pada waktu menysun UUD 19945, telah terjadi perdebatan mengenai hal ini, teruatama antara Bung Karno, yang didukung oleh Supomo sebagai arsitek utama UUD, dengan Bung Hatta dan Muhammad Yamin. Keempat tokoh ini pada umumnya sepakat mengenai konsep negara. Tetapi Bung Karno dan Supomo berpendapat bahwa HAM, yang berasal dari ideologi liberalisme,  karena itu intinya adalah individualisme, tidak perlu dicantumkan dalam pasal-pasal UUD. Sebaliknya, Bung Hatta dan Yamin tegas berpendapat perlunya mencantumkan pasal mengenai kemerdekaan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pikiran dan tulisan, untuk menjamin agar negara tidak terjerumus ke dalam konsep negara kekuasaan. Pada akhirnya pandangan Bung Hatta dan Yamin diterima, tetapi dengan kompromi, yaitu dengan dicantumkannya kalimat “diatur oleh undang-undang”.

Menurut Bung Hatta, UUD 1945 memuat ide HAM dalam Pantjasila dan beberapa pasal mengenai hak asasi warga negara. Sila ke 4, Kerakyatan, mencerminkan HAM di bidang politik, sedangkan sila ke 5, Keadilan sosial, berisikan dimensi ekonomi dari HAM. Bung Hatta juga menjelaskan bahwa pengertian HAM secara lebih mendasar dirumuskan dengan istilah lain, yaitu “Kemanusiaan yang adil dan beradab”, yang selanjutnya berakar pada sila “Ketuhanan yang Maha Esa”. Beberapa pasal dalam batang tubuh UUD 1945, menurut Hatta, adalah eksplisitasi dari prinsip HAM, yaitu :

1-       Pasal 27, tentang persamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan serta hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan;

2-       Pasal 28, tentang kemerdekaan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pikiran dan tulisan;

3-       Pasal 29, tentang kemerdekaan tiap-tiap penduduk, untuk memeluk agamanya masing-masing;

4-       Pasal 30, tentang hak dan kuwajiban ikut serta dalam usaha pembelaan negara;

5-       Pasal 31, tentang hak mendapat pengajaran; dan

6-       Pasal 34, tentang hak fakir miskin dan anak-anak yang terlantar untuk dipelihara oleh negara.

Sebenarnya, menurut M. Dawam Rahardjo, masih dapat ditambahkan Pasal 32, yang berbunyi “Pemerintah memajukan kebudayaan nasional Indonesia”, dan padal 36 yang berbunyi “Bahasa negara adalah bahasa Indonesia, yang mengandung makna HAM, apabila dilihat pada penjelasan UUD 1945 yang menyebutkan bahwa pemerintah mempunyai kewajiban membina kebudayaan-kebudayaan, termasuk bahasa-bahasa daerah yang terarah kepada pembentukan kebudayaan nasional. (M.Dawam Rahardjo 1992, p. 47)

Setelah berakhirnya Perang Dunia II, kedudukan pribadi manusia memperoleh pengakuan yang lebih luas dan kokoh dalam hubungan internasional. Piagam PBB memuat tiga gagasan utama, yaitu hak rakyat untuk menentukan nasib sendiri, hak asasi manusia, dan gagasan tentang perdamaian. Penerimaan piagam PBB berarti telah diberikan bentuk dan kehidupan kepada ideologi hak-hak asasi manusia dan ideologi penentuan nasib sendiri. Stelah melalui perdebatan yang panjang di antara anggota-anggota PBB terutama antara anggota-anggota PBB , terutama antara Blok Barat dan Blok Sosialis, akhirnya pada 1948 diproklamirkan Deklarasi Universal tentang Hak-hak Asasi Manusia. Deklarasi ini didirikan di atas empat tonggak utama :

1-       Hak-hak pribadi, antara lain, hak persamaan, hak hidup, kebebasan, keamanan dan sebagainya, yang termuat dalam pasal 3 sd. 11;

2-       Hak-hak yang dimiliki oleh individu dalam hubungannya dengan kelompok-kelompok sosial di mana ia ikut serta, yaitu hak kerahasiaan kehidupan keluarga dan hak untuk menikah; kebebasan bergerak di dalam atau di luar negara nasional; untuk memiliki kewarganegaraan; untuk mencari mencari tempat suaka dalam keadaan adanya penindasan; hak-hak untuk mempunyai hak milik dan untuk melaksanakan agama, yang semuanya diatur dalam pasal 12 sd. 17;

3-       Hak dan kebebasan sipil dan hak-hak politik yang dijalankan untuk memberikan kontribusi bagi pemebntukan instansi-instansi pemerintahan atau ikut serta dalam proses pembuatan keputusan, yang meliputi kebebasan berkesadaran, berpikir dan menyatakan pendapat, kebebasan berserikat dan berkumpul, hak memilih dan dipilih, hak untuk menghubungi pemerintah dan badan-badan pemerintahan umum, diatur dalam pasal 18 sd. Pasal 21;

4-       Hak-hak ekonomi dan sosial, yaitu hak-hak dalam bidang hubungan-hubungan perburuhan, produksi dan pendidikan; hak untuk bekerja dan mendapatkan jaminan sosial dan hak untuk memilih pekerjaan dengan bebas, untuk mendapatkan upah yang sama atas kerja yang sama, hak untuk membentuk dan ikut serta dalam serikat-serikat buruh, hak untuk beristirahat dan bersenang-senang, memperoleh jaminan kesehatan, pendidikan dan hak untuk ikut serta secara bebas dalam kehidupan budaya masyarakat, yang diatur dalam pasal 22 sd. Pasal 27.

Pada tahun 1966 PBB mengesahkan dua kovenan internasional untuk Hak-hak Asasi Manusia, yaitu Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik, dan Kovenan Internasional tentang Hak-hak ekonomi, Sosial, Budaya yang secara moral dan politik mengikat negara-negara anggota PBB. Ketiga dokumen tersebut dapat dikatakan merupakan perangkat normatif internasional Hak-hak Asasi manusia yang setiap negara anggota PBB diminta, bahkan disesak oleh masyarakat dunia untuk mematuhinya. (A. Hakim G. Nusantara, dalam Antonio Cassesse, 1994, p xxi)

4- Perspektif Baru dalam Hak-hak Asasi Manusia

Masalah hak-hak asasi manusia dewasa ini telah memperoleh perspektif baru dalam hubungannya dengan proses globalisasi yang pada saat ini tengah berlangsung. Juga lantaran berbagai perubahan yang terjadi di berbagai kawasan di dunia, yang melahirkan berbagai fenomena baru, seperti semakin berkembang dan menguatnya kerjasama dan solidaritas masyarakat sipil (civil society), berkembangnya konsep-konsep baru tentang keamanan (security) dan perdamian yang berkelanjutan (sustainable peace), konsep kedaulatan (sovereignty) dan dipikirkannya kembali konsep negara kebangsaan (nation-state), atau setidak-tidaknya kebijakan-kebijakan tentangnya dalam konteks globalisasi.

Kalau pada tahun 1948 yang lalu, Deklarasi Universal tentang Hak Asasi Manusia dirumuskan di dalam 30 pasal secara sumir, maka pada tahun 1966 telah dilakukan penjabaran dari Deklarasi tersebut di dalam dua kovenan international : International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights, dan International Covenant on Civil and Political Rights. Kalau Deklarasi Universal tentang Hak Asasi Manusia yang merupakan generasi pertama hak-hak asasi manusia itu lebih menekankan hak politik dan hak sipil, sedang konvensi internasional tersebut di atas yang juga di sebut generasi kedua haka-hak asasi manusia telah mengembangkan hak sosial, ekonomi dan budaya secara luas, maka kelahiran “Hak Asai atas Pembangunan “ (The Rights to Develpoment) pada Sidang Umum PBB Desember 1986 tekah mengembangkan  Collective Rights dan Poeples Rights’ yang lebih luas. Inilah yang disebut hak-hak asasi manusia generasi ketiga (lihat Clarence Diaz).

Baru-baru ini telah pula dilahirkan the International Convention on the Child dan The International Convention on the Protection of the Rights of All Migrant Workers and Members of Their Families yang pada saat ini tengah dalam proses ratifikasi. Proses ratifikasi dari Konvensi tentang Hak-hak bagi Anak-anak ini mengalami perkembangan yang  sangat anak ini mengalami perkembangan  yang sangat cepat dan menggembirakan. Hal ini antara lain disebabkan oleh  karena peran lembaga swadaya masyarakat internasional yang selama ini telah mengadvokasi Collective Rights dan mengembangkan program-program yang berhubungan dengan anak-anak, peran UNICEF, Center for Human Rights dan World Summit for Children serta dukungan dari berbagai pemerintah. Misalnya, pada bulan Desember 1990 yang lalu, telah diselenggarakan dua acara international tentang hak asasi bagi anak-anak : A Global Consultation on Implementation Strategies for Children’ Rights, yang diselenggarakan di UNICEF International Child Development Centre di Florence, Itali dan A Workshop on the Rights of Child di New Delhi, India, yang didukung oleh Pusat Hak Asasi Manusia PBB. Selanjutnya, pada bulan Februari 1991, telah dipilih sepuluh orang Komite untuk Hak Asasi bagi Anak-anak yang kemudian mengadakan rapat di Jenewa pada tanggal 25 Nopember hingga 13 Desember 1991.

Oleh karena sentralnya masalah hak-hak asasi manusia, yang merupakan persoalan mendasar bagi kehidupan manusia, baik secara pribadi maupun kelompok dan dalam hubungan antar  bangsa, baru-baur ini isu tersebut dijadikan tema sentral oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa pada konperensi tahunannya bersama lembaga swadaya masyarakat internasional. Kali ini, masalah keadilan dan hak asasi di bicarakan dalam konteks perdamaian, keadilan dan pembangunan dalam rangka Penyusunan Tatanan Dunia Baru. Di dalam konperensi internasional yang diselenggarakan di markas besar PBB, pada tanggal 11-13 September 1991 tersebut, hadir 1.000 orang dari berbagai pusat studi dan lembaga swadaya masyarakat dari seluruh dunia. Mereka selama ini menekuni berbagai bidang kajian dan kepedulian sosial yang beraneka ragam-mulai dari lembaga keagamaan dan organisasi wanita, lembaga pengembangan media dan informasi sampai dengan pusat studi perdamaian dan masa depan.

Selama ini lembaga-lembaga studi, lembaga-lembaga swadaya masyarakat dan lembaga-lembaga sosial keagamaan tersebut telah membangun jaringan regional dan internasional yang telah meningkatkan efektifitas studi, program aksi maupun kegiatan advokasinya. Dan  mereka telah pula melakukan berbagai inisiatif bagi upaya-upaya perdamaian denga berbagai kajian dan penelitian perdamian, pendidikan perdamaian dan diplomasi –bukan saja di kawasan  yang sedang terjadi komplik, tetapi juga didalam masyarakat dunia secara luas. Bebagai  inisiatif, kajian dan program pendidikan serta program aksi ini telah memberikan perspektif baru dalam melihat permasalahan dunia dan kemanusiaan, serta memberikan alternatif bagi pembangunan yang lebih adil, damai, berkelanjutan dan partisipatif.

4-  Hak Asasi Atas Pembangunan dan Perdamaian

Sebenarnya deklarasi “Hak Asasi atas Pembangunan” ini telah lama direncanakan dan disusun, sebelum akhirnya disahkan oleh Sidang Umum PBB pada tanggal 4 Desember 1986. Semenjak tahun 1981 sutu kelompok kerja yang terdiri dari para ahli tentang Hak Asasi atas Pembangunan telah dibentuk oleh Dewan Ekonomi dan Sosial PBB (ECOSOC), untuk melakukan studi tentang wilayah dan isi dari “Hak Asasi atas Pembangunan” ini dan cara-cara yang paling efektif untuk menjamin realisasinya di semua negara dalam bidang hak ekonomi, sosial dan budaya, yang didukung oleh instrumen internsional yang beraneka ragam. Secara khusus perhatian diberikan kepada kemungkinan hambatan-hambatan yang dihadapi oleh negara-negara yang sedang berkembang di dalam upaya mereak untuk menjamin terlindunginya hak-hak asasi manusia.

Jauh sebelum itu, sebenarnya beberapa deklarasi telah dirancang di lingkungan PBB. Namun pemikiran dan istilah ‘Hak Asasi atas Pembangunan” tidak pernah muncul dan dipakai orang pada lingkaran internasional, sampai dengan pada tahun 1966, ketika Menteri Luar Negeri Senegal menyampaikan pidatonya di Sidang Umum PBB, saat ia mengemukakan tentang perlunya penyusunan “Tatanan Ekonomi Dunia Baru”. Di situ ia mengatakan.

Not only must we affirm our right to development, but we must also take the steps which will enable this rights to become a realty. We must build a new system, based not only on the theoretical affirmation of the sacred rights of peoples and nations but on the actual enjoyment of these rights ‘ (lihat “Human Rights Newsletter’)

 

Untuk beberapa lama pemikiran tentang  Rights to Development ini hilang kembali dari peredaran, dan pada tahun 1972 ia muncul kembali ke permukaan ketika Jaksa Agung Senegal, Keba M’Baye menyampaikan kuliah perdana di Internasional Institute of Human Rights di Strasbourg, yang bertajuk : “The Rights to Develoment as Human Rights”. Keba M’ Baye sendiri memegang peran yang sangat penting di dalam menggoalkan resolusi 4 (XXXIII) oleh Komisi Hak Asasi Manusia pada tahun 1977. Dalam paragrap 4 resolusi terseut, dinyatakan bahwa ECOSOC harus memanggil Sekretaris Jenderal PBB, yang bekerjasama dengan UNESCO dan lembaga-lembaga lain yang berkompetenm unutk melakukan kajian tentang dimensi internasional dari Rights to Development ini.

Dari proses perumusan serta pengesahan dapat dilihat bahwa deklarasi hak asasi atas pembangunan ini merupaka inisiatif dari kalangan masyarakat Dunia Ketiga. Setalah melewati proses yang panjang, akhirnya inisiatif itu diterima oleh Sidang Umum PBB pada tanggal 4 Desember 1986. Deklarasi ini diterima dengan pemungutan suara, di mana 146 suara menyatakan setuju, melawan 1 (satu) suara menolak (Amerika Serikat) dan 8 (delapan) suara abstain (Denmark, Finlandia, Iceland, Swedia, Isreal, Jepang, Inggeris, Republik Federal Jerman). Dan hanya Norwegia yang meerima deklarasi tersebut di antara negara-negara Skandinavia.

“Hak Asasi  Pembangunan” tersebut disusun berdasarkan tujuan dan prinsip dari Deklarasi PBB yang berhubungan dengan pencapaina kerjasama internasional dalam memecahkan masalah internasional di bidang ekonomi, sosial, budaya dan kemanusian, sesrta dalam meningkatkan dan medorong penghormatan terhadap hak-hak asasi dan kebebsan dasar bagi semua tanpa pembedaan keturunan, jenis kelamin , bahasa dan        kepercayaan. PBB menyadari bahwa pembangunan merupakan proses yag komprehensif  di dalam bidang sosial, ekonomi, budaya dan politik, yang bertujuan untk kesejahteraan seluruh penduduk dunia dan semua individu atas dasar partisipasi mereka secara aktif, bebas dan bermakna di dalam pembangunan dan di dalam pembagian yang adil dan layak terhadap hasil pembangunan tersebut. Ia juga mempertimbangkan bahwa, di bawah provisi Deklarasi Universal untuk Hak Asasi Manusia,setiap pribadi berhak untuk menikmati tatanan sosial dan dunia di mana hak-hak dan kebebasannya yang tercantum di dalamnya dapt direalisasikannya seara penuh.

Kesadaran bahwa perdamaian internasional dan keamanan merupakan unsur yang essensial bagi pelaksanaan pembangunan telah mengilhami perumusan Hak Asasi Pembangunan ini. Hal ini meneguhkan kembalii hubungan yang sangat dekat antara perluncutan senjata untuk sangat mempengaruhi kemajuan di bidang pembangunan. Demikian pula, sumber daya yang di belanjakan lewat program perlucutan senjata hendaknya di sumbangkan bagi pembangunan sosial dan ekonomi serta kesejahtraan semua rakyat, khususnya bagi masyarakat di negara-negara yang sedang berkembang

Landasan perumusan “Hak Asasi atas Pembangunan” ini adalah pengakuan bahwa pribadi manusia merupaka sentral dan subyek bagi proses pembangunan. Dan kebijakan pembangunan hendaknya menjadikan manusia sebagai parisipan dan sasaran utama baii pembangunan. Upaya pada tingkat intenasional untuk meningkatkan dan melindungi hak-hak asasi hendaknya dibarengi dengan upaya untuk menyusun tatanan ekonomi internasional baru. Atas dasar itu maka disepakatilah Deklarasi tentang Hak-hak asasi atas Pembangunan.

Isi dari “Hak Asasi Atas Pembangunan” ini antara lain hal-hal yang fundamental tentang hubungan antara hak-hak asasi manusia pada umumnya dengan masalah pembangunan sosial, ekonomi, budaya dan politik. Misalnya, di dalam pasal 1 disebutkan bahwa, “ Hak Asasi atas Pembangunan” adalah hak-hak asasi manusia yang tidak terpisah-pisahkan dimana setiap pribadi manusia dan semua rakyat berhak untuk berpartisipasi, memberikan sumbangannya dan untuk menikmati pembangunan sosial, ekonomi, budaya dan politik, dimana seluruh hak-hak asasi manusia dan kebebasab dasar dapat sepenuhnya direalisasikan. Kedua, “ Hakm Asasi  atas Pembanguna” juga mengimplikasikan realisasi penuh dari hak rakyat untuk penetuan nasib sendiri, yang termasuk di dalamnya hak untuk provisi yan relevan bagi perjanjian internasional untuk hak-hak asasi manusia, pelaksanaan hak yang tak terpisahkan bagi kedaulatan terhadap kekayaan dan sumber daya alam.

Pasal 9 lebih ditekankan kepada peran dan kewajiban negara untuk mengambil langkah, pada tingkat nasional, untuk merealisasikan “ Hak Asasi Atas Pembangunan” dan menjamin kesamaan kesempatan untuk semua di dalam akses terhadap sumber-sumber dasar, pendidikan, pelayanan kesehatan, pangan, perumahan, pekerjaan dan pembagian pendapatan yang layak. Pengukuran yang efektif harus dilakukan untuk menjamin bahwa kaum perempuan memiliki peran yang aktif di dalam proses pembangunan. Reformasi Ekonomi dan sosial yang tepat harus pula dilakukan dengan pandangan untuk mengatasi semua masalah ketidakadilan sosiaL

Masih panjang jalan yang harus ditempuh dalam proses demokratisasi dan penghormatan serta pembelaan terhadap Hak-hak asasi manusia. Dan tidak selamanya jalan tersebut datar dan mulus. Bahkan kadang-kadang penuh onak dan duri. Namun jalan tersebut adalah jalan yang mulia bagi masa depan bangsa dan negara, bagi tegaknya keadilan dan perdamaian dan bagi tegaknya nilai-nilai luhur kemanusiaan.

 

 

 

 

 

Leave a comment »

tugas softskill 3

TUGAS SOFTSKILL 3

NAMA           : ADE IRMAWATI

KELAS          : 2 EA 14

NPM               : 14209118

PENGERTIAN-PENGERTIAN HAK ASASI MANUSIA

Hak Asasi Manusia (HAM) adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Kuasa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah dan setiap orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia (Pasal 1 angka 1 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM dan UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM).

Pelanggaran Hak Asasi Manusia adalah setiap perbuatan seseoarang atau kelompok orang termasuk aparat negara baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara melawan hukum mengurangi, menghalangi, membatasi dan atau mencabut Hak Asasi Manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh Undang-undang, dan tidak mendapatkan atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku (Pasal 1 angka 6 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM).

Pengadilan Hak Asasi Manusia adalah Pengadilan Khusus terhadap pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat. Pelanggaran HAM yang berat diperiksa dan diputus oleh

Pengadilan HAM meliputi :

  1. Kejahatan genosida;
  2. Kejahatan terhadap kemanusiaan

Kejahatan genosida adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis, kelompok agama, dengan cara :

  1. Membunuh anggota kelompok;
  2. mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yang berat terhadap anggota-anggota kelompok;
  3. menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang akan mengakibatkan kemusnahan secara fisik baik seluruh atau sebagiannya;
  4. memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran di dalam kelompok; atau
  5. memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke kelompok lain.

Kejahatan terhadap kemanusiaan adalah salah satu perbuatan yang dilakukan sebagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil, berupa :

  1. pembunuhan;
  2. pemusnahan;
  3. perbudakan;
  4. pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa;
  5. perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain secara sewenang-wenang yang melanggar (asas-asas) ketentuan pokok hukum internasional;
  6. penyiksaan;
  7. perkosaan, perbudakan seksual, palcuran secara paksa, pemaksaan kehamilan, pemandulan atau sterilisasi secara paksa atau bentuk-bentuk kekerasan seksual lain yang setara;
  8. penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan yang didasari persamaan paham politik, ras kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelamin atau alasan lain yang telah diakui secara universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum internasional;
  9. penghilangan orang secara paksa; atau
  10. kejahatan apartheid.

(Penjelasan Pasal 7, 8, 9 UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM)

Penyiksaan adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan sengaja, sehingga menimbulkan rasa sakit atau penderitaan yang hebat, baik jasmani maupun rohani, pada seseoarang untuk memperoleh pengakuan atau keterangan dari seseorang dari orang ketiga, dengan menghukumnya atau suatu perbuatan yang telah dilakukan atau diduga telah dilakukan oleh seseorang atau orang ketiga, atau mengancam atau memaksa seseorang atau orang ketiga, atau untuk suatu alasan yang didasarkan pada setiap bentuk diskriminasi, apabila rasa sakit atau penderitaan tersebut ditimbulkan oleh, atas hasutan dari, dengan persetujuan, atau sepengetahuan siapapun dan atau pejabat publik (Penjelasan Pasal 1 angka 4 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM)

Penghilangan orang secara paksa adalah tindakan yang dilakukan oleh siapapun yang menyebabkan seseorang tidak diketahui keberadaan dan keadaannya (Penjelasan Pasal 33 ayat 2 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM)

3. PELANGGARAN HAM ATAS NAMA AGAMA

Kita memiliki banyak sejarah gelap agamawi, entah itu dari kalangan gereja Protestan maupun gereja Katolik, entah dari aliran lainnya. Bahwa kadang justru dengan simbol agamawi, kita melupakan kasih, yaitu kasih yang menjadi ‘atribut’ Tuhan kita Yesus Kristus. Hal-hal ini dicatat dalam buku sejarah dan beberapa kali kisah-kisah tentang kekejaman gereja difilmkan. Salah satu contohnya dalam film The Scarlet Letter, film tentang hyprocricy Gereja Potestan yang ‘menghakimi’ seorang pezinah dan kelompok-kelompok yang dianggap bidat, adalagi film The Magdalene Sisters, juga film A Song for A Raggy Boy, The Headman,   “The Name of the Rose” , dan masih banyak lainnya. Kini, telah hadir film yang lumayan baru, yang diproduksi oleh Saul Zaentz dan disutradarai oleh Milos Forman, dua nama ini cukup memberi jaminan bahwa film yang dibuat mereka selalu bagus yaitu film GOYA’s GOST.

Mungkin saja film GOYA’s GOST ini akan membuat ‘marah’ sebagian kelompok, namun apa yang dikemukakan oleh Zaentz dan Forman, sebagaimana kekejaman “Inkuisisi” telah tercatat dalam sejarah hitam Gereja. Kisah-kisah kekejamannya juga terekam dalam lukisan-lukisan karya Seniman Spanyol Francisco Goya (1746–1828 ), yang menjadi tokoh sentral dari film GOYA’s GOST ini.

Kita telah mengenal banyak sekelompok manusia dengan atribut agama, berlindung dalam lembaga agama, mereka justru melakukan kejahatan kemanusiaan (crimes against humanity) entah itu Kristen, Islam atau agama apapun. Atas nama ‘agama yang suci’ mereka melakukan ‘pelecehan yang tidak suci’ kepada sesamanya manusia. Akhir abad 20 atau awal abad 21, akhir-akhir ini kita disuguhi sajian-sajian berita akan kebobrokan manusia yang beragama melanggar hak asasi manusia, misalnya kelompok Al-Qaeda dan sejenisnya menteror dengan bom, dan olehnya mungkin sebagian dari kita telah prejudice menempatkan orang-orang Muslim di sekitar kita sama jahatnya dengan kelompok ‘Al-Qaeda’. Di sisi lain Amerika Serikat (AS) sebagai ‘polisi dunia’ sering memakai ‘isu terorisme yang dilakukan Al-Qaeda’ untuk melancarkan macam-macam agendanya. Invasi AS ke Iraq, penyerangan ke Afganistan dan negara-negara lain yang disinyalir ‘ada terorisnya’. Namun kehadiran pasukan AS dan sekutunya di Iraq tidak berdampak baik, mungkin pada awalnya terlihat AS dengan sejatanya yang super-canggih menguasai Iraq dalam sekejap, namun pasukan mereka babak-belur dalam ‘perang-kota’, ini mengingatkan kembali sejarah buruk, dimana mereka juga kalah dalam perang gerilya di Vietnam. Kegagalan pasukan AS mendapat kecaman dari dalam negeri, bahkan sekutunya, Inggris misalnya. Tekanan-tekanan ini membuat PM Inggris Tony Blair memilih mengakhiri karirnya sebelum waktunya baru-baru ini. Karena ia berada dalam posisi yang sulit : menuruti tuntutan dalam negeri ataukah menuruti tuan Bush.

Memang kita akui banyak kebrutalan yang dilakukan oleh para teroris kalangan Islam Fundamentalis, contoh Bom Bali dan sejenisnya di seluruh dunia. Tapi tidak menutup kemungkinan Presiden Amerika Serikat, George Bush adalah juga seorang ‘Fundamenalis’ dalam ‘Agama’ yang dianutnya, karena gaya Bush yang sering ‘secara implisit’ terbaca dimana ia menempakan dirinya sebagai penganut Kristiani yang memerangi terorisme dari para teroris Muslim Fundamentalis. Tentu saja apa-apa yang mengandung “fundamentalis” entah itu Islam/ Kristen/ agama yang lain, bermakna tidak baik.

Sebelumnya, ditengah-tengah ‘isu anti terorisme (Islam)’, sutradara Inggris, Ridley Scott memproduksi film The Kingdom of Heaven, barangkali bisa juga digunakan untuk menyindir Presiden Bush yang sering menggunakan kata “crusades” dalam pidatonya. Film The Kingdom of Heaven adalah sebuah ‘otokritik’ bagi Kekristenan, dan sajian ‘ironisme’ dari ajaran Kristus yang penuh kasih. Bahwa perang Salib yang telah terjadi selama 4 abad itu bukanlah suatu kesaksian yang baik, tetapi lebih merupakan sejarah hitam.

Dibawah ini review dari sebuah film, tentang kejahatan dibawah payung Agama, bukan berniat melecehkan suatu Agama/ Aliran tertentu, melainkan sebagai perenungan apakah perlakuan seseorang melawan/menindas orang lain yang tidak ‘seagama’ itu tujuannya membela Allah? membela tradisi? membela doktrin, ataukah membela diri sendiri?

Referensi :

http://gurupkn.wordpress.com/2008/02/22/pengertian-pengertian-hak-asasi-manusia/

pelanggaran – pelanggaran HAM di indonesia

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Leave a comment »

Tugas Softskill 2

Nama: Ade Irmawati
NPM: 14209118
Kelas: 2EA14

1.      Pemahaman Demokrasi

  • Jelaskan Pengertian Demokrasi !

Demokrasi adalah sebuah bentuk kekuasaan (kratein) dari, oleh, dan untuk rakyat (demos). Menurut konsep demokrasi, kekuasaan menyiratkan arti politik dan pemerintah, sedangkan rakyat beserta warga masyarakat di definisikan sebagai warga negara.

  • Menurut Anda apa yang dimaksud dengan demokrasi ?

Demokrasi menurut saya adalah merupakan sistem yang demokrat artinya sistem yang dianut warga masyarakat Republik Indonesia dalam bentuk kekuasaan Pemerintah.

2.      Prinsip Dasar Pemerintah Republik Indonesia !

  • Paham yang dianut dalam sistemkenegaraan Republik Indonesia adalah negara kesatuan (United States Republic of Indonesia); penyelenggaraan kekuasaan adalah rakyat yang membagi kekeuasaan menjadi lima.

Sebutkan lima lembaga kekuasaan tersebut !

1.       Kekuasaan tertinggi diberikan oleh masyarakat kepada MPR (Lembaga Konstitusi).

2.       DPR sebagai pembuat undang-undang (Lembaga Legislatif).

3.       Presiden sebagai penyelenggara pemerintahan (Lembaga Eksekutif).

4.       Mahkamah Agung sebagai lembagga peradilan dan penguji undang-undang (Lembaga Yudikatif).

5.       Badan Pemeriksa Keuangan sebagai lembagayang mengaudit keuangan negara (Lembaga Auditatif).

Leave a comment »